Senin, 07 Mei 2012

Jangan Mau Jadi Suami Takut Istri!


3K0ij.jpg
SUAMI Takut Istri (STI). Entah berawal darimana, namun julukan ini bukan hal baru dalam masyarakat. Ketika sosok suami tampak kurang berperan dalam rumah tangganya, seolah timbul “cap STI” pada pria tersebut. Bagaimana menyikapi kondisi ini?
 
Prinsipnya, Ada beragam faktor penyebab suami takut istri. Misal, istri pemegang sumber ekonomi, istri sangat galak sehingga suami memilih untuk mengalah daripada ribut, dan sebagainya.
 
Dulu, perkawinan didasarkan pada nilai-nilai tradisional. Peran yang dimainkan oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya, didefinisikan dengan jelas. Seperti,  memosisikan laki-laki sebagai figur dominan dalam rumah tangga. Kepala rumah tangga –suami– bertanggung jawab untuk mencari nafkah atau sebagai tulang punggung keluarga. “Hak” suami pun jelas, antara lain mengambil keputusan dan segala kebutuhannya dilayani istri.
 
Kondisi ini membuat istri berada di posisi pengikut, yang harus patuh terhadap keputusan suami sehingga ketergantungannya terhadap suami menjadi lebih besar. Tidak mengherankan, pada suatu masa, kondisi “istri takut suami adalah hal yang jamak”.
 
Berikut ini penjelasan lengkap soal ini, seperti dipaparkan Hira Yuki Molira, S.Psi, M.Psi dari Biro Psikologi Dwipayana Bandung.
 
Pergeseran Nilai Tradisional
 
Pada zaman modern, perkawinan yang dibangun berdasarkan pada cinta dan prinsip demoktratis mengenai persamaan hak, menjadi gagasan kebanyakan orang. Tanggung jawab dapat dinegosiasikan, pasangan dapat menentukan sendiri jenis hubungan yang mereka inginkan, tujuan yang ingin dicapai dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
 
Konsekuensinya, peran suami dan istri menjadi lebih beragam, pembagian tugas rumah tangga menjadi sangat bervariasi, antara satu rumah tangga dan rumah tangga yang lain dapat memiliki nilai yang sangat berbeda.
Ada rumah tangga yang mungkin masih menjalani nilai-nilai tradisional secara ketat, banyak yang mencoba menyelaraskan antara nilai tradisional dan modern, serta tidak sedikit yang menganut nilai-nilai modern sebagai aturan main dalam berumah tangga. Tentunya ini berefek pada “terkikisnya” kelayakan istri takut suami.
 
Submisif vs Dominan
 
Kondisi STI yang ditunjukkan perilaku suami yang selalu nurut pada keputusan maupun kemauan istri dengan alasan “Aku takut istriku marah” atau “Aku malas ribut dengan istriku”, selalu mengalah ketika berselisih paham dan lainnya, dapat mengancam kehidupan atau keutuhan perkawinan. Atau, dapat saja tidak mengancam sama sekali, bergantung dari awal munculnya perilaku tersebut, serta dipengaruhi karakterisik kepribadian.
 
Nilai-nilai yang individu anut, pola pengasuhan selama ia dibesarkan akan sangat memengaruhi karakteristik kepribadian seseorang. Seorang laki-laki dengan pengasuhan overprotective, selalu dibantu dalam mengambil keputusan maupun mengatasi hambatan, kurang kompetisi antara teman atau keluarga, ditanamkan nilai-nilai “mengalah”, dapat saja berkembang menjadi individu submisif.
 
Individu ini sulit mengambil keputusan, cenderung menunggu, selalu mengalah dan sulit mengambil inisiatif. Jika bertemu istri yang dominan, dimana mampu bersikap lebih tegas, cepat mengambil keputusan, memiliki ide yang lebih banyak, tidak mengherankan akan mudah menampilkan pola “istri memimpin suami”.
 
Apakah hal ini dapat menjadi masalah dalam kehidupan perkawinan? Belum tentu! Ketika seseorang sudah memahami kelebihan dan kekurangan pasangannya disertai penerimaan yang sehat, suami istri akan mampu saling melengkapi kekurangan masing-masing.
 
Sifat mengalah suami yang oleh orang lain diterjemahkan “takut istri” bisa saja merupakan bentuk pemahaman suami terhadap sifat istri yang keras kepala, ingin selalu dipenuhi keinginannya dan cerewet. Sesungguhnya, pola ini tidak akan jadi masalah yang berarti selama tidak melanggar prinsip perkawinan yang harmonis. Sebuah perkawinan yang di dalamnya melibatkan cinta, ada pengorbanan, timbal balik, penghormatan dan saling menghargai.
 
Pentingnya Evaluasi & Instropeksi! 
 
- Suami yang merasa tertekan/takut pada istri sebaiknya mengevaluasi diri, mengapa hal itu terjadi. Jika suami merasa rendah diri dengan karier istri yang melesat, tanyakan dalam diri “Apakah tepat bersikap rendah diri dihadapan istri karena alasan tersebut?” Miliki mind set bahwa suami dan istri adalah partner yang sejajar untuk mengikis rasa tidak percaya diri atau rendah diri. Lalu, mulailah komunikasikan kondisi ini kepada istri. Pilih waktu yang paling tepat, misal saat kondisi istri dan suami sedang santai.
 
- Istri juga perlu waspada apakah sikapnya terlalu dominan sehingga membuat suami tidak nyaman. Gali sudut pandang suami tentang kondisi ini. Dapat dilakukan pada suasana santai dan nyaman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar