Minggu, 06 Mei 2012

Ketidakpastian Picu Masyarakat Mudah Marah


U2KJ6.jpg

Masyarakat Indonesia saat ini semakin mudah marah dan melancarkan kekerasan di ruang publik, meski hanya dipicu oleh hal-hal sepele. Perilaku agresif itu akibat tekanan akibat berbagai ketidakpastian di negeri ini, mulai dari hukum, politik, sosial, dan ekonomi.


"Kita lihat, naluri-naluri merusak dan kemarahan terpendam masyarakat kita mudah keluar di ruang publik," kata pengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Romo Muji Sutrisno, di Jakarta 

Penilaian itu diungkapkan sebagai respons atas berbagai kasus kekerasan di ruang publik belakangan ini. Sebut saja, antara lain, munculnya geng motor pita kuning pasca pembunuhan Kelasi Arifin Sirih, bentrok sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian di Gorontalo, anggota TNI menganiaya pengendara motor di Palmerah, atau pengusaha menodongkan pistol kepada pelayan kafe.
Bagi Muji Sutrisno, masyarakat saat ini semakin kehilangan tokoh panutan yang baik. Tokoh atau lembaga yang diharapkan memberikan teladan dan kearifan, ternyata sebagian justru menjadi bagian dari masalah. Sulit mencari sosok yang benar-benar bisa dipercaya, mulai dari pemerintah, agamawan, politikus, pengusaha, bahkan sampai tokoh masyarakat.

"Kondisi seperti ini bisa disebut sebagai distrust society alias masyarakat yang kehilangan kepercayaan," katanya. Kondisi itu kian menjadi-jadi karena media, terutama televisi, juga mempertontonkan kekerasan.

Kekerasan di politik, ekonomi, sosial, bahkan agama. Jika dibiarkan, bangsa ini bisa kehilangan moralitas, etika, dan kearifan. Ini menumbuhkan krisis keyakinan pada nurani, akal budi, dan jalan damai. Orang hanya percaya pada kekuasaan.

"Ruang publik kehilangan moral dan berlakulah hukum rimba. Pada tingkat paling parah, manusia akan saling memangsa atau homo homini lupus," katanya.

Depresi sosial dan masyarakat tanpa kepercayaan ini harus diantisipasi. Negara harus memberdayakan dirinya untuk memenuhi tanggung jawab menjalankan pemerintahan yang baik. Hukum ditegakkan dengan adil, demokrasi membela kepentingan rakyat, tingkatkan kesejahteraan rakyat, dan kembalikan moralitas dan kearifan.

"Kita harus kembali pada tujuan didirikannya negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hidup bersama diatur oleh demokrasi dan hukum yang mengabdi pada kepentingan publik dan keadilan. Tumbuhkan peradaban yang beretika, penuh kearifan, dan berkebudayaan," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar